Perbankan syariah
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam
(syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya
larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal
tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak
Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin
saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir
abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi
lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Prinsip perbankan syariah
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama
seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan
keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam
transaksi-transaksi perbankan tersebut:
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional :
|
Bank Islam
|
Bank Konvensional
|
|
Melakukan investasi baik yang halal atau
haram menurut hukum Islam
|
|
|
Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan
sewa
|
|
|
Berorientasi keuntungan dan falah
(kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
|
Berorientasi keuntungan
|
|
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
kemitraan
|
|
|
Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai
fatwa Dewan Pengawas Syariah
|
Penghimpunan dan penyaluran dana tidak
diatur oleh dewan sejenis
|
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine
on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah
bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang
sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.
Produk perbankan syariah
1.
Titipan atau simpanan
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip
dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank
Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana
di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap
dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan
nisbah bagi hasil tertentu.
2.
Bagi hasil
-
Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture.
Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara
kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing
pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur
tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
-
Al-Mudharabah, adalah
perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang
diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian
ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
-
Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah
yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari
hasil panen.
-
Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari
muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan
pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari
hasil panen.
3.
Jual beli
-
Bai'
Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual
beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian
menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang
tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga
pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin
bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta
dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
-
Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan
di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli
harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli
berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan
bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang
dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka
bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog,
pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu
antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
-
Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana
harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar
di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara
terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama
sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang
bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan
jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
-
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.
-
Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa
terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.
4.
Jasa
-
Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan
syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip
yang di terapkan dalam syariat islam.
-
Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan
oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.
-
Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam
prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi
tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga
pengambilalihan hutang).
-
Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan
syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
-
Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada
sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa
uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara
tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.
5.
Pengelolaan dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi.
Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar
AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha
perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per
tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar,
meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang
memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal
jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia
mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir
Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12
persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset
perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset
perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif
pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada
perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong
pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim,
berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai
penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti
Citibank dan HSBC, menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha
syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap
membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria
bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2
triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi
pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Adanya perbankan syariah di Indonesia
dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan
pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa
bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip
kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini
merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama Islam,
tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang Islam
berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang
diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling
dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat Islam berdirinya
bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Sistem perbankan syariah di Indonesia masih
berinduk pada Bank Indonesia. Idealnya, pemerintah Indonesia mendirikan lembaga
keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia, yaitu Bank Indonesia
Syariah.
Prinsip-prinsip keuangan syariah :
1)
Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah
(tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari
harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat
dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan
bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam
Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
-
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar
lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu
yang telah ditetapkan.
-
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi. Riba Nasiâۉ„¢ah adalah penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba nasiâۉ„¢ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
2)
Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan
kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus
memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama
miskin atau sama-sama kaya. Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga
negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan
pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan
sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial
dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3)
Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang
dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh
karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak
bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah
membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakanÂÂ
para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang
independen. Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena
itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang
haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging
babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan
produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4)
Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk
perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian,
berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan
harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua
bentuk aktivitas judi. Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas
bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi
kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi
harus dilarang.
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti âہ“resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti âہ“resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
5)
Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari
kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang.
Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok
sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau
kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan
menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak
asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan
Lewis, 2007). Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas,
responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk
bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam
konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para
anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
6)
Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara
sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut
hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan
dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan
musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
7)
Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara
paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal)
yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha
(mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah,
pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah
kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari
keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis, 2007)
8)
Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
