Selasa, 26 Desember 2017

Jawaban Materi Kode Etik Akuntansi

PERTANYAAN DAN JAWABAN SOFTSKILL

1. AINUL YAQIN 20214637 )
Kenapa kode etik penting untuk akuntan ?
Jawaban :
Karena kode etik merupakan landasan tingkah laku yang menunjukkan arah dan menjamin mutu moral profesidalam melakukan suatu pekerjaan yang telah disepakatioleh suatu kelompok masyarakat tertentu, selain itu agar profesi akuntan dihargai dan dapat menjaga kepercayaan publik, akuntan perlu mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya sebagai seorang profesional.

2. R. A. LARAS AYU WIDYA A. ( 28214661 )
Selama 10 tahun terakhir pelanggaran kode etik yang sering terjadi ?
Jawaban :
Kode etik yang paling banyak dilanggar adalah obyektivitas karena dalam kode etik ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lainDari tahun 2004 sampai dengan 2009 saja , terdapat 52 kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh akuntan publik aspek yang paling sering dilanggar adalah Kualitas Audit.
3. DIANA KARTIKA S
Contoh tekanan konflik dalam integritas ?
Jawaban :
Tekanan konflik disini adalah benturan kepentingan (conflict of interest) yang terjadi antara anggota dan kelompok. Contohnya dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mementingkan kepentingan bersama bukan individu. Jadi dalam menjalankan tugasnya anggota tidak boleh mengambil keputusan sendiri.

Jumat, 10 November 2017

KODE ETIK PROFESI AKUNTAN INDONESIA

Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia
Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1982, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998-sekarang.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru disahkannya Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama pada saat konggres IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik AICPA yang berlaku di  Amerika Serikat saat itu. Menurut AICPA ada 6 prinsip, yaitu 
1.   Tanggung-Jawab 
Dalam menyelesaikan tanggungjawab sebagai profesional, anggota perlu melatih sensitifitas profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka. Tangungjawab utama adalah untuk publik secara umum. Kode tersebut menyebutkan tiga area kewajiban, yaitu: a) Untuk meningkatkan kegiatan accounting, b) Untuk memelihara kepercayaan publik, dan c) Untuk menyelesaikan tanggungjawab profesional untuk pemerintahan sendiri.
Untuk memenuhi kewajiban moral diatas, kode etik menandai bahwa akuntan membutuhkan praktek penilaian sensitifism moral. Untuk penilaian sensitive moral, akuntan akan membutuhkan sebagai evaluasi aktivitasnya dipandang dalam sudut alasan. Akuntan akan membutuhkan dengan mempertimbangkan: Apakah aktivitas ini menguntungkan atau merugikan?, Apakah menghormati terhadap hak mereka?, Apakah pekerjaannya dengan fair?, Apakah mereka konsisten dengan komitmen akuntan yang dibuat?
Penilaian sensitivisme moral memastikan tidak ada tempat untuk perilaku yang egois (mementingkan diri sendiri). Sebagai konsekuensi profesi akuntan dan banyak partner kerja dalam profesi yang akan menyuarakan dengan beberapa versi atau the golden rule.

2.   Melayani Kepentingan Publik 
Anggota perlu menerima tanggung-jawab untuk tindakan melayani kepentingan publik, kepercayan publik, dan komitmen profesionalisme, Kode menjelaskan bahwa tanggungjawab untuk publik adalah nilai pembeda profesional.  Seandainya fungsi accounting sebatas sebagai accounting publik dilibatkan dalam external auditing, lalu tentu saja tanggungjawab untuk publik jelas, tetapi soal dengan tax accounting and manajemen accounting atau bahkan internal auditing? Penjelasan kepercayaan publik berakhir dengan pernyataan bahwa semua yang suka rela menerima keanggotaan dalam AICPA berkomitmen untuk menghormati kepercayaan publik.

3.       Integritas 
Untuk memelihara dan meluaskan kepercayaan publik, anggota pada perform semua tanggungjawab profesional dengan meningkatkan daya integritas. Prinsip ke dua diatas digunakan untuk memecahkan tekanan konflik dari antara group dengan integritas, prinsip ini adalah prinsip yang spesifik akan kebutuhan pada integritas. Kode ini menggambarkan integritas dalam jalan berikut: “Integritas adalah elemen karakter fundamental untuk pengenalan profesional. Itu adalah kualitas dari memperoleh kepercayaan publik dan benchmark yang melawan terhadap anggota yang harus melakukan tes akhir untuk semua keputusan, memerlukan anggota untuk melakukan, antara pemikiran yang lain, kejujuran, dan kesucian dalam batasan kerahasian klien. Layanan dan kepercayaan publik tidak perlu diperbudak keuntungan dan kelebihan personal, Itu diukur dalam istilah apakah benar atau adil”. 
Secara jelas dapat dikatakan bahwa keputusan salah menggambarkan keuangan perusahaan atau melewatkan beberapa kecurigaan red flags dalam laporan keuangan perusahaan akan melanggar integritas akuntan, tetapi integritas mana yang dilanggar? Tentu saja jelas jawabannya seperti tingkah laku yang melibatkan akuntan dalam melakukan ketidak jujuran. Integritas, sebagai kejelasan dari statement, adalah sering diambil untuk menyamakan dengan kejujuran. 

4.       Objektivitas Dan Independensi
Anggota perlu memelihara objektivitas dan bebas konflik kepentingan dalam membebaskan tanggungjawab profesional. Anggota praktisi publik perlu kebebasan dalam fakta dan penampilan ketika menyediakan auditing dan jasa opini lainnya, Objektivitas adalah kwalitas sudut pandang, karena itu adalah kebaikan, beberapa kebiasaan yang dikembangkan. Prinsip ini memerlukan seseorang yang objektive yang tidak berat sebelah, secara intelektual jujur, dan bebas konflik kepentingan. Untuk melaksanakan ketiga prinsip diatas maka diperlukan independence untuk menghalangi hubungan yang mungkin nampak untuk merusak objektivitas anggota dalam menyumbangkan layanan opini. Anggota dalam layanan publik perlu independence dalan fakta dan penampilan, serta untuk menuju keberhasilan obyektivitas tidak mudah dan harus berusaha sebaik-baiknya pada waktu untuk memenuhi pandangan point objektive. 

5.       Keperdulian Yang Pantas
Anggota perlu mengamati teknik profesi dan standart etika, bekerja keras secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetisi dan kualitas jasa, dan memebaskan tanggungjawab profesional untuk kemampuan anggota yang terbaik. Prinsip ini menetapkan penghalang yang sangat tinggi untuk akuntan. Penjelasan pada prinsip menandai bahwa itu melibatkan “mencari keunggulan” yang diidentifikasi sebagai inti sari dari prinsip ini. Keunggulan itu memerlukan : a) Competence (kemampuan) adalah sesuatu yang akan diperoleh dari pendidikan dan pengalaman, dan b) Diligence(kerajinan) adalah aspek lain yang mana “memaksakan tanggungjawab untuk memandang layanan dengan segera dan hati hati, untuk menjadi seksama, dan untuk mengamati teknik yang bisa diterapkan dan standart etika.

6.       Lingkup Dan Nature Jasa
Anggota dalam praktik publik perlu mengamati The Principles of the Code of Conduct dalam menentukan lingkup dan nature tentang jasa yang disajikan. Penjelasan yang mendasari kesesuaian lingkup dan nature jasa mengamanatkan bahwa beberapa persoalan prinsip mungkin menghadirkan “keseluruhan batasan atas layanan non audit yang mungkin ditawarkan untuk klien spesifik. Tidak ada peraturan yang tidak dapat diubah dapat dikembangkan untuk menolong anggota menjangkau penilaian, tetapi mereka harus mencukupi bahwa mereka mempertemukan spirit prinsip dalam kepedulian. Aplikasi prinsip adalah tindakan yang terbaik dilakukan dalam spirit keadilan oleh kebijaksanaan praktisi. Sebagai kode menyatakan : “dalam order untuk memenuhi ini, anggota perlu : 1) Praktik dalam firma yang mempunyai tempat prosedur kontrol kwalitas internal untuk memastikan bahwa layanan dengan segenap kemampuan dikirimkan dan cukup diawasi, 2) Menentukan, dalam pertimbangan individual mereka, apakah lingkup dan nature pelayanan lain disajikan untuk klien audit akan menciptakan konflik kepentingan dalam performance fungsi audit untuk klien itu, dan 3) Menilai, dalam pertimbangan individual mereka, apakah aktivitas konsisten dengan peraturan mereka sebagai profesional


Kode Etik yang ke dua sebenarnya belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik.
Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam konggres IAI  V  di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur profesi Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki agar Kode Etik mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah.
Keempat kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari. Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan Indonesia terdiri atas:
1. Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2. Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI VII di Bandung tahun 1994.

Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu :
1.     Kode Etik Umum
a.    Terdiri dari prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. 
b.   Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan berlaku bagi seluruh anggota. 
c.    Prinsip Etika yang dimaksud terdiri dari 8 prinsip, yaitu :
     Tanggung Jawab Profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
     Kepentingan Umum. Anggota IAI harus menerima kewajiban untuk bertindak dengan suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
     Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, anggota IAI harus melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tinggi.
     Obyektifitas. Setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
     Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya. Seorang anggota IAI harus melakukan jasa profesional dengan kehati-hatian, kompetensi dan kerajinan dan mempunyai kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja mendapatkan keuntungan dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
     Kerahasiaan. Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan dari informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan yang perlu dan khusus atau kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk pengungkapan.
     Perilaku Profesional. Seorang anggota IAI harus bertindak dengan tingkah laku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi perilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mengharuskan anggota IAI harus mempertimbangkan, ketika mengembangkan kebutuhan etik, tanggung jawab anggota IAI kepada klien, pihak ketiga, anggota profesi akuntan yang lain, staf, pemberi kierja dan masyarakat umum.
     Standar Teknis. Seorang anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya, sesuai dengan standar teknis dan profesional yang relevan. Anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan dengan kehati-hatian dan memakai ketrampilannya. Instruksi klien atau pemberi kerja sepanjang sejalan dengan kebutuhan akan integritas.
d.   Kode Etik Umum mengikat seluruh anggota IAI.
e.   Kode Etik Umum dirumuskan oleh Badan Pekerja Kongres dan disahkan dalam kongres.
f.    Badan Pekerja Kongres yang dibentuk oleh pengurus Pusat mengevaluasi Kode Etik Umum berdasarkan masukan dari para anggota, Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan untuk selanjutnya mengusulkan dalam Kongres perubahan Kode Etik Umum Akuntan Indonesia yang dipandang perlu.
2.     Kode Etik Akuntan Kompartemen.
a.   Kode Etik Akuntan Kompartemen mengikat seluruh anggota Kompartemen yang bersangkutan.
b.   Tiap Kompartemen dalam Rapat Anggota Kompartemen wajib merumuskan apakah dipandang perlu bagi anggota Kompartemennya disusun Kode Etik Akuntan Kompartemen.
c.   Karena fungsinya dalam pelayanan jasa profesional kepada masyarakat pengguna jasa profesi Akuntan Publik untuk merumuskan Kode Etik Akuntan Kompartemen Akuntan Publik. 
d.   Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen.
e.   Tiap-tiap Kompartemen memiliki hak otonomi untuk memutuskan apakah dipandang perlu membentuk badan khusus yang bertugas merumuskan Kode Etik Kompartemen. Badan ini dapat berbentuk badan tetap yang bertanggung jawab kepada Pengurus Kompartemen, atau badan ini merupakan Badan Pekerja Rapat Anggota Kompartemen yang dibentuk oleh Pengurus Kompartemen.
f.    Kode Etik Akuntan Kompartemen disusun berdasarkan Kode Etik Umum oleh karenanya tidak boleh bertentangan dengan Kode Etik Umum Akuntan Indonesia.
3.     Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen.
a.   Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen.
b.   Disusun oleh Badan Khusus yang dibentuk oleh Pengurus Kompartemen dan disahkan oleh Pengurus Kompartemen.

Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut  :
a. Kongres V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran jasa tanpa permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran Obyektifitas (mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan keuangan). 3) Isu pengawas intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa perusahaan anak Holding tersebut). 4) Pelanggaran hubungan dengan rekan seprofesi. Dan 5) Isu menerima klien yang ditolak KAP lain dalam perang tarif.
b. Kongres VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan selamat hari Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan  bukan klien, selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang kuat. 3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5) Sengketa membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7) Pengaduan pemegang saham minoritas tentang Laporan Keuangan, KAP dituduh memihak.
c. Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah melibatkan 53 KAP, pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN pemakai Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996) Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam tentang kualitas kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda tangan tanpa opini dan tentang pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3) Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan tentang penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan daerah sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP tentang penawaran atas kerja sama dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen tentang audit tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP tentang audit tidak sesuai NPA, laporan audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk klien periode sama, tugas tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP tentang komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan iklan oleh pengurus IAI.
d. Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis dan kerahasiaan (Riyanti,1999). Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut disebabkan karena pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam menyelesaikan masalah secara tuntas.  
Sidang Komisi Kongres IAI  VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.“

Kamis, 05 Oktober 2017

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Etika Profesi Akuntansi adalah Merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.
Menurut Billy, Perkembangan Profesi Akuntan terbagi menjadi empat fase yaitu,
  1. Pra Revolusi Industri
  2. Masa Revolusi Industri tahun 1900
  3. Tahun 1900 – 1930
  4. Tahun 1930 – sekarang
Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1(994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.      Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.      Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6.      Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.      Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
  • ·         RUU dan KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik, Departemen Keuangan (DepKeu) mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP berstandar kepada International Auditing Standart. Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana. Sedangkan kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC. Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik.
Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
  • ·         APLIKASI KODE ETIK
Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar profesi akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal.
Menurut Kataka Puradireja (2008), kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya, yaitu di dalam hati nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan. Dalam kode etik dan standar akuntan dalam memenuhi standar profesionalnya yang meliputi prinsip profesi akuntan, aturan profesi akuntan dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN). Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik. Akuntan tidak independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.

Referensi :
Sukrisno Agoes. 1996. Penegakkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah dalam Konvensi Nasional Akuntansi III. IAI.